Pupuh I
a. Wulang sunu kang kinarya gendhing, kang pinurwa tataning ngawula, suwita ing wong tuwane, poma padha mituhu, ing pitutur kang muni tulis, sapa kang tan nuruta saujareng tutur, tan urung kasurang-surang, donya ngakir tan urung manggih billahi, tembe matine nraka.
b. Mapan sira mangke anglampahi, ing pitutur kang muni ing layang, pasti becik setemahe, bekti mring rama ibu duk purwa sira udani, karya becik lan ala, saking rama ibu, duk siro tasih jajabang, ibu iro kalangkung lara prihatin, rumeksa maring siro.
Nora eco dahar lawan ghuling, ibu niro rumekso ing siro, dahar sekul uyah bae, tan ketang wejah luntur, nyakot bathok dipunlampahi, saben ri mring bengawan, pilis singgul kalampahan, ibu niri rumekso duk siro alit, mulane den rumongso.
d. Dhaharira mangke pahit getir, ibu niro rumekso ing sira, nora ketang turu samben, tan ketang komah uyuh gupak tinjo dipun lampahi, lamun sira wawratana, tinatur pinangku, cinowekan ibu nira, dipun dusi esok sore nganti resik, lamun luwe dinulang
e. Duk sira ngumur sangang waresi, pasti siro yen bisa rumangkang, ibumu momong karsane, tan ketang gombal tepung, rumeksane duk sira alit, yen sira kirang pangan nora ketang nubruk, mengko sira wus diwasa, nora ana pamalesira, ngabekti tuhu sira niaya.
f. Lamun sira mangke anglampahi, nganiaya ing wong tuwanira, ingukum dening Hyang Manon, tembe yen lamun lampus, datan wurung pulang lan geni, yen wong durakeng rena, sanget siksanipun, mulane wewekas ingwang, aja wani dhateng ibu rama kaki, prentahe lakonano.
g. Parandene mangke sira iki, yen den wulang dhateng ibu rama, sok balawanan ucape, sumahir bali mungkur, iya iku cegahen kaki, tan becik temahira, donya keratipun, tan wurung kasurang-kasurang, tembe mati sinatru dening Hyang widhi, siniksa ing Malekat.
h. Yen wong anom ingkang anastiti, tan mangkana ing pamang gihira, den wulang ibu ramane, asilo anem ayun, wong tuwane kinaryo Gusti, lungo teko anembah iku budi luhung, serta bekti ing sukma, hiyo iku kang karyo pati lan urip, miwah sandhang lan pangan.
i. Kang wus kaprah nonoman samangke, anggulang polah, malang sumirang, ngisisaken ing wisese, andadar polah dlurung, mutingkrang polah mutingkring, matengkus polah tingkrak, kantara raganipun, lampahe same lelewa, yen gununggungsarirane anjenthit, ngorekken wong kathah.
j. Poma aja na nglakoni, ing sabarang polah ingkang salah tan wurung weleh polahe, kasuluh solahipun, tan kuwama solah kang silip, semune ingeseman ing sasaminipun, mulaneta awakingwang, poma aja na polah kang silip, samya brongta ing lampah.
k. Lawan malih wekas ingsun kaki, kalamun sira andarbe karsa, aja sira tinggal bote, murwaten lan ragamu, lamun derajatiro alit, aja ambek kuwawa, lamun siro luhur, den prawira anggepiro, dipun sabar jatmiko alus ing budi, iku lampah utama.
l. Pramilane nonoman puniki, dan teberi jagong lan wong tuwa, ingkang becik pituture, tan sira temahipun, apan bathin kalawan lahir, lahire tatakromo, bathine bekti mring tuhu, mula eta wekasing wong, sakathahe anak putu buyut mami, den samya brongta lampah.
Terjemahannya:
Pupuh I
a. Wulang sunu yang dibuat lagu, yang dimulai dengan tata cara berbakti, bergaul bersama orang tuanya, agar semuanya memperhatikan, petunjuk yang tertulis, siapa yang tidak mau menurut, pada petunjuk yang tertulis, niscaya akan tersia-sia, niscaya dunia akherat akan mendapat malapetaka, sesudah mati di neraka.
b. Bila nanti kamu melaksanakan petunjuk yang tertuang dalam serat pasti baik pada akhirnya berbakti kepada ibu bapak, ketika pertama kali diperlihatkan akan perbuatan baik dan buruk dari ibu bapak ketika kamu masih bayi, ibumu lebih sakit dan menderita memelihara kamu.
c. Tidak enak makan dan tidur, ibumu memelihara kamu walau hanya makan nasi garam walaupun hanya untuk membasahi kerongkongan , makan kelapa pun dilakukannya setiap hari mandi dan mencuci di sungai dengan langkah terseok-seok ibumu memelihara kamu ketika kecil untuk itu rasakanlah hal itu.
d. Keadaan pahit getir ibumu memelihara kamu dia tidur hanya sambilan meskipun penuh dengan air seni terkena tinja dilakukannya bila kamu buang air besar ditatur dan dipangku, dibersihkan oleh ibumu dimandikan setiap pagi dan sore sampai bersih, bila kamu lapar disuapi.
e. Ketika kamu berumur sembilan bulan, pada saat kamu bisa merangkak pekerjaan ibumu hanya menjagamu walau hanya memakai kain sambungan, memeliharamu ketika kamu masih kecil, bila kamu kurang makan, dicarikan sampai dapat, nanti kalau kamu sudah dewasa, tidak bisa pembalasanmu kecuali berbuat baik dan berbakti kepadanya.
f. Bila kamu nanti berbuat aniyaya terhadap orang tuamu, dihukum oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui, besok kalau mati niscaya akan kembali bersama api, kalau orang senang durhaka, siksanya sangat berat, maka aku berpesan jangan berani ibu bapak anakku, lakukan perintah keduanya.
g. Adapun kamu nanti, bila dididik ibu bapak ucapanmu sering berlawanan menyahut lalu berpaling, cegahlah itu anakku, tidak baik pada akhirnya, dunia akherat akan sia-sia, besok kalau mati dimusuhi Tuhan, disiksa oleh Malaikat.
h. Sedangkan anak muda yang baik, pendapatnya tidak begitu dididik ibi bapaknya, duduk bersila dihadapannya, orang tuanya bagaikan Tuhan, pergi pulang bersujud, itu adalah budi yang luhur serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Hidup yaitu yang menciptakan mati dan hidup serta pemberi sandang dan pangan.
i. Yang sudah kaprah bagi anak muda, bertingkah malang melintang memanjakan diri, bertingkah yang keterlaluan duduk seenaknya dan tak tahu kesopanan, berlaku congkak, senang memperlihatkan badannya, kelakuannya tidak terarah, bila badannya tersentuh menjingkat dan selalu membuat onar orang banyak.
j. Ingat-ingat jangan ada yang melakukan, segala tingkah yang salah, tingkahnya pasti akan terkuak (diketahui orang banyak), ia akan tersuluh dan tidak kuat menyandangnya, seolah-olah semua orang hanya melempar senyum, untuk itu anakku, ingatlah jangan ada yang berbuat salah agar hidupmu tidak mengalami kesusahan.
k. Ada lagi nasehatku anakku, bila kamu mempunyai kehendak jangan sampai memberatkan diri, jagalah badanmu, bila derajatmu kecil, jangan merasa pesimis, bila kamu menjadi orang luhur, tegakkanlah pendapatmu, bersabar dengan kehalusan, budi, itulah perbuatan yang utama.
l. Maka dari itu kaum muda sekarang bersabarlah, bergaul dengan orang tua, perhatikanlah petunjuknya yang baik, dari lahir sampai batin, lahir dengan tatakrama, batinnya dengan berbakti kepadanya, itulah nasehatku semua anak cucu cicitku, agar hidupmu tidak mengalami kesusahan.
8/03/2007
[+/-] |
SERAT WULANGSUNU |
8/02/2007
[+/-] |
Perguruan tinggi dan gagalnya pendidikan |
Bencana dan krisis datang terus silih berganti, seakan tidak pernah ada titik jenuh dan bosan iringi laju perubahan bangsa ini, satu kondisi yang tentunya bukanlah menjadi dambaan oleh setiap warga negara dan bangsa dimanapun dia berada tak terkecuali kita. Sebagai warga negara sekaligus mahkluk sosial, serta Berketuhanan Yang Mahas Esa, tentunya sudah menjadi satu keharusan untuk senantiasa bahu --membahu membangun bangsa ini, terlepas bagaiman cara merealisasikan seluruh ide pembangunan itu melalui kelompok atau perorangan Ada fenomena yang menarik dalam diri bangsa ini yang dalam hemat saya perlu untuk kita perbincangkan bersama dan kita cermati dan kemudian kita sikapi bersama-sama, atas nama satu bangsa, dan satu tanah air. Fenomena tersebut ialah potret Perguruan Tinggi yang dalam pelaksanaan mencerdaskan kehidupan bangsa telah bergeser dari paradigma yang semula dan menemukan sebuah kebuntuan dalam perjalananya.
Pergeseran itu terjadi disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat kita mengikuti laju perputaran sistem; sistem dunia, sistem globalisasi, dan banyak sistem-lainya, termasuk aparatur negara didalamnya.
Seperti diungkap dalam rublik kompas, pada tanggal 3 Februari 2003 halaman 13, tampak disana terpampang sedikit ulasan berkisar tentang "kegagalan perguruan tinggi dalam menciptaan pemimpin bangsa yang berkualitas, seperti yang diungkapkan oleh Prof Dr Sofian Efendi Rektor Universitas Gajah Mada Yogjakarta, yang mengungkapkan bahwa dunia perguruan tinggi belum memiliki kekuatan moral yang kuat dan menjadi panutan masyarakat, dikarenakan masyarakat kampus belum mampu menunjukan, dan mengembangkan dirinya sebagai masyarakat yang dengan model idealnya, model ideal menyoal masyarakat madani yang berketuhanan, demokratis, beradab dan bertanggung jawab, tentunya dengan mengedepankan supremasi hukum didalamnya.
Seiring dengan kondisi diatas, berbagai pertanyaan dan statmen muncul dari berbagai pihak, baik dari masyarakat kampus sebagai obyek pendidikan atau juga masyarakat kebanyakan pada umumnya, adalah masyarakat yang jauh dari persentuhan pendidikan Formal seperti halnya kampus dan PT. Sebagai institusi pendidikan yang berkiblat pada pembangunan dan perubahan, tentunya satu hal yang harus dilakukan adalah mendidik dan mencerdaskan masyarakat kampus dari belenggu/tirani, dan menempatkan (PT) sebagai wahana untuk mengembangkan kreatifitas hidup dan menyiapkan generasi-generasi bangsa yang nantinya akan melakukan proses perubahan bangsa ini, dengan demikian kematian serta kehancuran suatu bangsa bisa terminimalisir sedemikian rupa.
Namun sayang。K realitas yang terjadi tidaklah seperti yang kita inginkan bersama, dan acapkali sadar atau tidak melibatkan kita dalam proses percepatan kehancuran tersebut. Dalam kondisi tersebut pertanyaan yang pantas untuk kemudian di munculkan, dan seringkali menghantui sebagian masyarakat kita, adalah menyoal dimana posisi PT sebagai Proyek kebangsaan dan Proyek yayasan?.
Pandangan kita boleh berubah, tapi paradigma kita tidak boleh bergeser atau bahklan mati! Sebab ada banyak hal yang akibat dari kematian paradigma tersebut, dan menyangkut kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Ilmu pengetahuan tidak memberikan kontribusi yang konkrit pada masyarakat, karna ilmu pengetahuan hanya berputar pada lingkaran teori yang seringkali jauh dari realitas yang terjadi dan akhirmya terbentur pada putaran realitasi itu sendiri, hingga berefek pada pergeseran paradigma Pendidikanitu yang tidaklagi membebaskan dan mencerdaskan seperti banyak dibayangkan oleh masyarakat
Sebuah jawaban atas berbagai permasalahan diatas tentunya akan kita temukan ketika pemaknaan akan ranah kebangsaan ini semakin lama semakin memudar. Sebuah pemaknaan yang kabur diterjang oleh gelombang modernisme, globalisasi dan dengan isue pasar bebasnya.
Beberapa alternatif permasalahan diatas saat ini memang belum ada, yang menyjadi penyebab tidak adanya alternatif itu ialah pertama krisis sosial, ekonomi dan politik yang semakin tidak pasti. Kedua lemahnya kemauaan sebagian masyarakat terlebih aparatur negara yang dalam penyikapan hal diatas selalu tidak terkonsentrasi dan tersistematis. terlepas dari itu, bukan berarti munculnya perubahan dan kembalinya pergeseran paradigma pada tempatnya itu menipis, ada banyak hal yang bisa kita lakukan bersama untuk beberapa waktu yang akan datang guna mencapai cita dan harapan akan munculnya generasi-generasi bangsa, yang tidak hanya berkualitas tinggi akan tetapi berkualitas, dengan didikasi yang tinggi.
Ada beberapa hal yang dalam hemat saya menjadi hal yang urgen untuk segera di sikapi dan dilakukan. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan kerangka pikir masyarakat kita, kerangka pikir yang cenderung parsial, sebagai hasil produk rezim masa lalu dan tentunya akan memakan waktu yang relatif lama pun biaya yang tidak murah tentunya.
Singkatnya, yang harus dilakukan bersama adalah bersama-sama kita melakukan tranformasi wacana akan pentingnya pendidikan suatu bangsa, dengan cara memisahkan antara pendidikan sebagai proyek kebangsaan, yang dengan tanggung jawab didalamnya serta meminimalisir, dengan tidak melegitimasi Institusi pendidikan sebagai proyek yayasan yang selalu menitik beratkan pada besar, kecilnya sebuah anggaran pendidikan, akan tetapi lebih bersifat privacy dan selalu menghitung untung dan rugi.
Kedua hal diatas setidaknya akan memberikan gambaran awal untuk kita melakukan refleksi sosial dan kemudian melakukan apa yang harus dilakukan, baiksebagai masyarakat pribadi, dan masyarakat dalam bentuk kelompok-kelompok sosial (Smal Group-smal group)- dengan mencoba untuk mengembalikan paragigma itu sebagai paradigma yang mencerdaskan dan membebaskan lagi-lagi saya tegaskan disini paradigma yang membebaskan dan mencerdaskan serta bukan paradigma yang tumpul.
Sebuah model dan mekanisme mengembalikan paradigma tersebut ialah dengan cara menggiring arus balik paradigma itu sendiri, dengan kata lain merubah paradigma lama dengan paradigma yang baru, dengan tidak menghilangkan pokok-pokok pikiran paradigma lama, akan tetapi mengikutsertakannya dalam proses kebangsaan, sebagai langkah awal menumbuh kembangkan nationalisme berbangsa dan bernegara