4/14/2009

Merealisasiken konsep pembauran nasional

Gerakan pembauran harus dilakukan secara tulus dan menjadi gerakan budaya warga keturunan di masyarakat. Mulai dari pergaulan dalam lingkugan rumah, sekolah, pergaulan kemasyarakatan, dan bahkan partai politik, harus terjadi proses pembauran yang jujru dan sehat. Dengan demikian, tuntutan warga keturunan selama ini agar tidak diperlakukan diskriminatif akan menjadi lebih bermakna bila pembauran warga keturunan teraktualisasi di masyarakat kita. Penyelenggaraan sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia harusnya lebih di kedepankan, guna menjawab pertanyaan yang timbul dalam masyarakat. Karena seringkali UU serta peraturan yang di terbitkan oleh pemerintah tidak sampai kepada masyarakat, sehingga jangan salahkan masyarakat bila tidak mengetahuai peraturan dan undang-undang tersebut.

Tidak semua masyarakat bisa mengakses informasi, keterbatasan informasi yang sampai pada masyarakat harusnya di carikan solusi,agar target dari produk undang-undang dan peraturan tersebut bisa tercapai, sehingga tidak muncul kesan bahwa produk undang-undang adalah produk politik yang mengedepankan aspek kepentingan dalam suatu produk.

Atas perubahan UU Kewarganegaraan ini, banyak pihak yang menyambut gembira, terutama dari WNI keturunan asing, Tionghoa, dan orang-orang asing yang kawin campur dengan perempuan Indonesia. Paling tidak, dari UU Kewarganegaraan ini, perlakuan diskriminatif terhadap warga keturunan asing mulai dihilangkan secara legalitas formal dalam hukum di Indonesia.

Namun, pengakuan kewarganegaraan bagi warga keturunan, Tionghoa, India, Arab, hendaknya tidak sebatas di atas kertas belaka. Yang teramat penting adalah bagaimana UU Kewarganegaraan tersebut dapat teraplikasi secara riil sesuai ketentuan di masyarakat. Atas dasar itu, sosialisasi UU Kewarganegaraan seharusnya tidak hanya disampaikan kepada warga negara keturunan, tapi juga para aparatur pemerintah yang menjadi ujung tombak pelaksanaannya di lapangan.

Tidak jarang, dalam pengurusan administrasi dari berbagai hal, seperti paspor, KTP, akta kelahiran, akan ditemukan masalah-masalah. Bukan sekadar berbelit-belitnya birokrasi, tidak konsistennya penerapan aturan, tapi juga adanya perlakuan praktik kolusi, korupsi, nepotisme (KKN) dalam pelaksanaannya.


Bukan rahasia lagi. Sudah seperti menjadi kelaziman di masyarakat, kita tidak mau direpotkan dengan urusan birokrasi yang bertele-tele. Sering kali, akhirnya, jalan pintas selalu dianggap pantas. Masyarakat yang berurusan tidak segan-segan mengeluarkan uang service alias berkedok jasa. Sebaliknya, aparat pemerintah yang melayani pun, tak segan-segan menjadikan dirinya sebagai makelar atau calo jasa.

Di era reformasi sekarang ini, birokrasi kita hendaknya tidak lagi bergaul dengan praktik-praktik KKN yang hanya merugikan negara dan ma syarakat. Sudah saatnya pelayanan publik dilakukan secara jujur, dan adil, sesuai aturan serta akuntabel di jajaran birokrasi kita. Begitu juga ma syarakat hendaknya tidak melakukan praktik suap sebagai cara mengurus sesuatu. Baik aparat maupun masya rakat hendaknya sama-sama jujur dan adil.

Namun, di balik diberlakukannya UU Kewarganegaraan ini yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana warga negara keturunan dapat melakukan pembauran di tengah masyarakat Indonesia. Meski gerakan pembauran sudah dilakukan, tapi, masih terasa belum tuntas dan total. Sudah saatnya tidak ada lagi warga keturunan yang berprilaku eksklusiv, hanya mengelompok dalam garis keturunannya.

Oleh karena itulah, pembauran etnis, dan peran tokoh masyarakat dalam mempersatuken bangsa ini harus direalisasikan, diwujudkan, Sarasehan pembauran yang diselenggarakan oleh pemprof DKI mengingatkan kita bersama akan pentingnya kesatuan dan persatuan sebagai satu bingkai NKRI, yang berasaskan pada PANCASILA sebagai dasar bernegara, serta menghilangkan term yang sering muncul dan dipakai oleh sebagian masyarakat dan birokrasi bangsa ini, term tersebut adalah masyarakat asli dan masyarakat tidak asli (pendatang).

Satu hati, satu kata, Negara kesatuan republic Indonesia, saling bahu membahu dan saling Bantu membantu. Mari kita wujudkan Negara kesatuan dalam satu bingkai KEBINEKAAN, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dari sabang sampai meraoke adalah satu kesatuan. Salam.


0 Comments:

 
ss_blog_claim=c4f1c8c20848112b99380e071226db1c