Arti kedewasaan hidup dalam masyarakat begitu beragam, ada yang memaknai bahwa kedewasaan seseorang itu dimulai sejak usia 17-20 dan bahkan ada mengatakan kedewasaan itu ada di saat umur-umur ३० an.salahkah asumsi-asumsi yang berkembang dalam masyarakat tersebut?.. Tentunya, tersebut kembali dari sisimana kedewasaan itu dipandang!!.
Kenapa keberagaman itu ada dalam masyarakat?.. keberagaman merupakan hal yang seharusnya ada, karena dari keberagaman tersebutlah masyarakat akan beranjak dewasa,untuk mengetahui, tau dan mengerti kenyataan hidup ini.
Kesadaran diri dalam memaknai kedewasaan itu apakah datang dengan sendirinya, dan perlukah proses penempaan kedewasaan tersebut?.. dan ataukah keniscayaan dari tuhankah, atau kedewasaan itu ada sebagai satu dampak dari fenomena hiruk pikuknya kehidupaan?.. tentunya sekali lagi masing-masing menanggapi berbeda menyoal tersebut. karena sesunguhnya kita besar dan dewasa dari perbedaan, seperti halnya kita hadir dan lahir adalah hasil dari buah perbedaan
Mengutip istilah adult berasal dari bahasa latin yang diambil dari kata adultus berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa (hurlock, 1992). oleh karena itu seorang yang disebut dewasa adalah individu yang telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat. sedangkan kedewasaan atau kematangan adalah suatu keadaan bergerak maju ke arah kesempurnaan. kedewasaan bukanlah suatu keadaan yang statis.
Bagaimana bentuk kedewasaan yang dituntut untuk dimiliki tersebut? dibawah adalah contoh yang seorang agar ia dianggap dapat bersikap dewasa. setiap kualitas yang satu menjadi kewajiban untuk mencapai kualitas yang lainnya, dan menjadi bagian dari diri suatu masyarakat.
KESANGGUPAN MEMILIH DAN MEMUTUSKAN
Orang yang dewasa, disamping kesabaran dan ketabahannya untuk mencari pemecahan masalah, juga harus mampu untuk mengambil suatu keputusan,mau untuk bedialog, dan menggunkan berbagai dialektika dalam mencari one-one solution dari setiap pemecahan masalah.
Segala macam pilihan tentunya akan berdampak, terlepas negative atau positif. Misalnya saat ini bangsa ini sedang mengalami ujian yang sangat berat, dari bencana alam, pergeseran bumi sampai pergeseran nilai!!. Saat ini misalnya globalisasi menjadi tren issue dalam merubah dunia, dengan demokratisasi sebagai corong perubahan tersebut. Nah disinilah kita di uji untuk menjadi diri yang dewasa dan berpribadi”. Berpribadi sebagai diri dan berpribadi sebagai bangsa yang punya harkat dan martabat, saya teringat pesan bapak bangsa kita(Soekarno) dalam salah satu pidatonya, menyampaikan pesan agar untuk kedepan kita mempunyai pribadi-pribadi “INSAN ALKAMIL”.
Peter drucker pernah menyatakan bahwa masa depan tidak pernah ada kepastian, tetapi hanya ada kemungkinan-kemungkinan. seorang yang dewasa harus belajar menerima hal tersebut, dan harus mampu untuk membuat pilihan dan keputusan-keputusan yang berpijak pada perkiraan-perkiraan atau kemungkinan-kemungkinan terbaik yang dapat diperoleh, sebab kita harus tahu bahwa menunggu untuk memperoleh kepastian yang menyeluruh alhasil pilihan dan keputusan akan menjadi basi dan tidak menarik lagi nantinya.
Setelah menimbang fakta yang ada, ia akan segera menyadari bahwa dalam suatu waktu, suatu tidakan harus ada pilihan”….. dan harus ada keputusan. Dengan menyadarkan diri pada keyakinan dengan tidak mengacuhkan orang disekitarnya kita harus sanggup untuk mengambil dan memikul resiko yang sudah diperhitungkan olehnya.
BERTANGGUNG JAWAB
Menapak kedewasaan dalam hidup itu gampang-gampang susah, pribadi yang sudah matang akan mengatakan hal tersebut gampang, tetapi untuk pribadi yang jauh mendekati kematangan amatlah susah. Hal tersebut nampak misalnya, orang yang tidak dewasa akan mengeluh dan menyesal tentang kegagalan yang mereka alami, dan akan merasa bahwa kegagalan yang mereka alami merupakan kesalahan orang lain dan nasib baik sedang menjauhi mereka. untuk menghindari kegagalan, mereka cenderung untuk tidak menerima tanggung jawab.
sebaliknya bagi mereka yang berkepribadian dewasa segala kesuksesan dan kegagalan merupakan tanggungjawab diri sendiri, mereka menyadari bahwa setiap orang memerlukan ketabahan dan kekuatan serta tempat berlindung pada saat-saat sulit, dan yang bertanggung jawab untuk menangani hal tersebut adalah diri sendiri। Belajar dari kegagalan, fefleksi atas segala kekurangan dan kelebihan selalu dilakukan. Dengan asumsi bahwa tidak ada yang benar secara mutlah diatas bumi ini, bahwa seorang akan menjadi dewasa bila ditempa oleh badai.
7/29/2007
[+/-] |
MENAPAK ke-DEWASAAN |
7/23/2007
[+/-] |
MISS KOMUNIKASI SEBAGAI AKAR KONFLIK!! |
Beberapa waktu lalu, tentunya sebagian masyarakat bangsa mengetahui tentang kasus kartunisasi Nabi Muhammad SAW di harian Denmark Jyllands Posten dan penyebarluasannya di media massa Eropa, yang diprotes sebagian umat Islam dunia, semakin memperkuat momentum mengembangkan dialog antara agama dan antar kawasan Asia Pacific dan Asia Eropa (ASEM).
Atau juga kasus-kasus Salman Rushdi di Inggris (19869), Ishioma Daniel di Nigeria (2002), dan Theo van Gogh di Belanda (2004), meski dalam konteks berbeda, menyisakan berbagai persoalan kompleks hubungan antar komunitas di tingkat kawasan dan global. Diantara persoalan yang belum serius didialogkan adalah ketegangan antara kebebasan ekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan agama atau ideologi tertentu, hubungan antara hukum dari sebuah Negara dan kebebasan pers, hubungan antara berbagai etika dunia, makna kebebasan itu sendiri dalam hukum internasional, antara hukum-hukum adat atau budaya kawasan dan peradaban, dan sebagainya.
Contoh lain, pembakaran bendera PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) oleh massa FPI (Front Pembela Islam) di SAMARINDA (Suara Karya 13 juli 2007): Puluhan massa Front Pembela Islam (FPI) Kaltim "menyerbu" Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam (STAIN) Samarinda di Jalan Abul Hasan, aksi demo itu terkait dengan pemuatan karikatur Nabi Muhammad, SAW dalam buletin kampus "Sapu Lidi"
Aksi unjuk rasa itu dipimpin langsung Ketua FPI Kaltim Muhammad Alwi Assegaf. Dengan mengendarai sebuah mobil "pick up" serta puluhan kendaraan roda dua, massa bergerak dari Lapangan Gelanggang Olahraga Segiri Jalan Kusuma Bangsa sekitar pukul 09:00 Wita dan langsung memarkir kendaraan di depan pintu masuk kampus STAIN. Perwakilan pengunjuk rasa langsung diterima pihak STAIN yang difasilitasi Wakapoltabes Samarinda, Ajun Komisaris Besar Hadi Purnomo. Namun, saat perwakilan massa melakukan pertemuan dengan pihak Kampus STAIN sebahagian pengunjuk rasa berorasi di depan kampus sambil membagikan selebaran dan membakar dua bendera PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Dari contoh diatas, dialog antar pemeluk agama dan dialog antara kawasan seperti disinggung Yudhoyono harus didukung. Ini penting karena masih berkembangnya ignorance (ketidaktahuan) dalam bentuk penghubungan intrinsik antara Islam dan terorisme, Islamophobia, xenophobia, dan semacamnya. Di pihak lain, di kalangan umat Islam, masih ada tindakan-tindakan emosional anarkis mengusir atau membunuh orang asing yang tidak ada sangkut pautnya, ekstrimisme radikal dan kebencian terhadap bangsa dan budaya asing (xenophobia). Reaksi-reaksi emosional dan ekstrim menunjukkan kurangnya pemahaman akan sejarah dan peradaban bangsa lain.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sulitkan melakukan komunikasi? sulitkah melakukan dialog antar-agama? Seperti diskusi, dan percakapan yang berlangsung dalam pertemuan Dialog Antar-agama Regional Asia Pasifik II di Waitangi, Selandia Baru, 29-31 Mei, dialog semacam itu tidaklah sulit. Mungkin juga karena acara itu sudah tiga kali digelar. Setelah dilakukan pertama kali di Yogyakarta akhir 2004 atas prakarsa Pemerintah Indonesia dan Australia, dilanjutkan dengan pertemuan kedua di Cebu, Filipina, Maret 2006, yang pemrakarsanya bertambah, yaitu dari Pemerintah Filipina dan Selandia Baru. Dialog pun berlanjut di Waitangi.
Peserta pertemuan itu adalah para tokoh agama dari negara anggota ASEAN, Australia, Selandia Baru, Timor Leste, Papua Niugini, dan Fiji. "Dalam kesempatan semacam ini, orangnya sebagian besar itu-itu saja. Jadi memang sudah tak punya masalah dalam berdialog antarkami," kata Din Syamsuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang ikut dalam ketiga dialog itu. Seringnya bertemu dan bertukar pikiran itu mungkin salah satu alasan mengapa dialog yang terjadi di Waitangi berlangsung mulus. Namun, apalah artinya dialog kalau tidak menghasilkan yang lebih dari sekadar bicara- bicara.
Tampak "terlihat adanya kemajuan dari upaya dialog ini," kata Andri Hadi, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu RI yang memimpin rombongan Indonesia yang terdiri atas para tokoh agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen, dan Katolik. Dialog sudah membicarakan "Plan of Action" yang disebutkan dalam Deklarasi Waitangi, sebagai tindak lanjut dari upaya ini.
Selanjutnya, berkenaan dengan makin merebaknya isue dan berujung pada pertikaian antar kelompok, golongan bangsa dan agama, hal yang perlu kita lakukan, antara lain adalah mempercepat dan mendorong proses wacana demokratisasi berbangsa dan beragama dalam masyarakat, dan hal tersebut tidaklah mungkin dilakukan kalau komunikasi antara agama, lapisan masyarakat, serta komponen lain tidak terbangun dengan baik/alias jelek.
Oleh sebab itulah STRATKOM (strategi komunikasi) antar agama mesti dibangun kembali, agar kedepan tidak terjadi “miss komunikasi” yang berujung kepada tindakan anarkis dan cenderung merugikan banyak kalangan, kelompok, penyebab struktural konflik harus ditangani dengan serius, karena ini menyangkut tercapainya keamanan di kawasan global, dan bukan pada tataran keamanan local saja, bila tidak serius kita akan menyesal di kemudian hari.
Adapun langkah pembenahan stratkom itu bisa diawali dari misalnya, pemerintah melakukan pemberdayaan kaum minoritas atau pemberdayaan masyarakat muslim dan non muslim, atau pemberdayaan kaum moderat sehingga masing-masing berperan aktif dalam menentukan terciptanya keamanan dan perdamaian di setiap kawasan.
Pendidikan dan media mendapat perhatian khusus, dengan pendidikan agama untuk meningkatkan pengertian akan agama dan kebudayaan yang berbeda pada tingkat sekolah menjadi salah satu kunci. Semoga STRATKOM antar agama tidaklah mandeg hanya menjadi wacana-wacana, akan tetapi ditindaklanjuti dalam kehidupan yang nyata. (Dikutip dari berbagai macam sumber).
7/22/2007
[+/-] |
FUNGSI AGAMA DIANTARA BANGSA-BANGSA |
FUNGSI AGAMA DIANTARA BANGSA-BANGSA
Oleh: Uray Mashuri SH.
“Agama adalah jawapan dan penyelesaian terhadap fungsi kehidupan manusia”.
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Pada kategori pertama, daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisme agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa saja tahu bahwa asas agama malah sejarahnya begitu berbeda. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Ketika fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal ia itu bagaimanakah saya berhubungan dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Pada saat Allah SWT menurunkan ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbedaan yang berlaku di antara manusia bukan saja meliputi perbedaan kaum, akan tetapi pebdaan agama dan kepercayaan. Fenomena diatas, agama berjalan seiring dengan perkembangan (zaman) manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Oleh karena itu, manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan dan atau forum untuk bercengkrama, saling kenal mengenal, saling asah dan asuh serta bukan sebagai arena bertarung, saling membunuh dan memperluas permusuhan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya, untuk selanjutnya bekerjasama di antara satu sama lain, tersebut memerlukan beberapa hal, yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil posisi. Sekali lagi, dialog antara agama bertujuan untuk mengurai perbdaan dan persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
KOMPONEN AGAMA
Saya akan cuba menjelaskannya dalam konteks gambaran berikut:
Komponen Agama
Dari segi manapun kita melihat, agama Islam misalnya, akan memamerkan tiga dimensi tersebut. Setiap perintah Allah SWT adalah berlangsung di atas dasar Iman. Iman itu diproses melalui ritual ibadah. Tetapi agama tidak berhenti disitu saja. Ibadah adalah “Taabbud kita kepada Allah, namun Allah tidak mempunyai kepentingan terhadap Taabbud kita kepada-Nya. Maka, apakah tujuan Ibadah yang memproses Aqidah itu?
Tidak lain dan tidak bukan, tujuannya adalah untuk manusia itu sendiri. Aqidah yang diproses melalui Ibadah, adalah bertujuan untuk menghasilkan karakter, kualitas serta nilai tertentu dalam diri manusia yang bersangkutan. (Iman, Islam dan Ihsan…) (Iman, Sholat, agar Tercegah dari Mungkar…) (Iman, Puasa, Taqwa…) kesemua suruhan agama berada di dalam kerangka ini.
Ada di antara nilai yang terhasil melalui proses Ibadah itu, adalah untuk kegunaan dan manfaat manusia terhadap dirinya sendiri. Ada juga nilai yang terhasil, perlu digunakan untuk manusia berhubungan dengan manusia yang lain.Ini adalah asas yang mesti ada di dalam kefahaman kita terhadap komponen setiap agama.
FUNGSI AGAMA DIANTARA BANGSA-BANGSA
Oleh: Uray Mashuri SH.
“Agama adalah jawapan dan penyelesaian terhadap fungsi kehidupan manusia”.
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Pada kategori pertama, daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisme agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa saja tahu bahwa asas agama malah sejarahnya begitu berbeda. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Ketika fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal ia itu bagaimanakah saya berhubungan dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Pada saat Allah SWT menurunkan ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbedaan yang berlaku di antara manusia bukan saja meliputi perbedaan kaum, akan tetapi pebdaan agama dan kepercayaan. Fenomena diatas, agama berjalan seiring dengan perkembangan (zaman) manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Oleh karena itu, manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan dan atau forum untuk bercengkrama, saling kenal mengenal, saling asah dan asuh serta bukan sebagai arena bertarung, saling membunuh dan memperluas permusuhan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya, untuk selanjutnya bekerjasama di antara satu sama lain, tersebut memerlukan beberapa hal, yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil posisi. Sekali lagi, dialog antara agama bertujuan untuk mengurai perbdaan dan persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
KOMPONEN AGAMA
Saya akan cuba menjelaskannya dalam konteks gambaran berikut:
komponenagama.JPG
Komponen Agama
Dari segi manapun kita melihat, agama Islam misalnya, akan memamerkan tiga dimensi tersebut. Setiap perintah Allah SWT adalah berlangsung di atas dasar Iman. Iman itu diproses melalui ritual ibadah. Tetapi agama tidak berhenti disitu saja. Ibadah adalah “Taabbud kita kepada Allah, namun Allah tidak mempunyai kepentingan terhadap Taabbud kita kepada-Nya. Maka, apakah tujuan Ibadah yang memproses Aqidah itu?
Tidak lain dan tidak bukan, tujuannya adalah untuk manusia itu sendiri. Aqidah yang diproses melalui Ibadah, adalah bertujuan untuk menghasilkan karakter, kualitas serta nilai tertentu dalam diri manusia yang bersangkutan. (Iman, Islam dan Ihsan…) (Iman, Sholat, agar Tercegah dari Mungkar…) (Iman, Puasa, Taqwa…) kesemua suruhan agama berada di dalam kerangka ini.
Ada di antara nilai yang terhasil melalui proses Ibadah itu, adalah untuk kegunaan dan manfaat manusia terhadap dirinya sendiri. Ada juga nilai yang terhasil, perlu digunakan untuk manusia berhubungan dengan manusia yang lain.Ini adalah asas yang mesti ada di dalam kefahaman kita terhadap komponen setiap agama.
Namun, sedarkah kita bahwa semua agama mempunyai komponen yang sama? Ini adalah apa yang diistilahkan oleh Dr. Chandra Muzaffar sebagai paralel agama. Kesemua agama mempunyai komponen yang selaras.
Demikianlah tulisan ini saya sampaikan, semoga dimasa yang akan datang perbedaan agama, kepercayaan akan memberikan corak dan warna tersendiri dalam mempersatukan antar manusi diantara bangsa-bangsa. Dikutip dari berbagai macam sumber
Namun, sedarkah kita bahwa semua agama mempunyai komponen yang sama? Ini adalah apa yang diistilahkan oleh Dr. Chandra Muzaffar sebagai paralel agama. Kesemua agama mempunyai komponen yang selaras.
Demikianlah tulisan ini saya sampaikan, semoga dimasa yang akan datang perbedaan agama, kepercayaan akan memberikan corak dan warna tersendiri dalam mempersatukan antar manusi diantara bangsa-bangsa. dirangkum dari berbagai macam sumber.