12/17/2007

Refleksi desember (kajian suluk sabdatama)

REFLEKSI DESEMBER
KAJIAN SULUK SABDATAMA

Bulan ini adalan bulan penutup akhir tahun 2007, bulan akhir anggaran, bulan akhir program dan bulan lebaran untuk umat islam Idul Adha (hari raya Qurban), bulan orang bersedekah menyembelih hewan qurban untuk disumbangkan pada kaum du’afa dan sejenisnya.
Bulan kontemplasi, refleksi atas berbagai aksi selama setahun kemarin…. Aksi brutal dan aksi-aksi sosial lainya. Bulan evaluasi diri, untuk berbenah di tahun yang akan datang, merencanakan strategic plan dalam hidup, dalam berkarya dalam dunia nyata. Dibawah ini ada suluk sabdatama yang bisa kita jadikan bahan dan referensi untuk lakukan refleksi dan evaluasi diri. Suluk erat Sabdatama, sabda untuk belajar lebih arief dan bijaksana, dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Rasaning tyas kayungyun, Angayomi lukitaning kalbu, Gambir wanakalawan hening ing ati, Kabekta kudu pitutur, Sumingkiring reh tyas mirong …. Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah. Den samya amituhu, Ing sajroning Jaman Kala Bendu, Yogya samyanyenyuda hardaning ati, Kang anuntun mring pakewuh, Uwohing panggawe awon…Diharap semuanya maklum bahwa dijaman Kala Bendu sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotanHasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.

Ngajapa tyas rahayu, Nyayomana sasameng tumuwuh, Wahanane ngendhakke angkara klindhih, Ngendhangken pakarti dudu, Dinulu luwar tibeng doh (Sebaiknya senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik. Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga. Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka, melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh)
Beda kang ngaji mumpung, Nir waspada rubedane tutut, Kakinthilan manggon anggung atut wuri, Tyas riwut ruwet dahuru, Korup sinerung agoroh (Hal ini memang lain dengan yang ngaji pumpung. Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai, selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.)

Ilang budayanipun, Tanpa bayu weyane ngalumpuk, Sakciptane wardaya ambebayani, Ubayane nora payu, Kari ketaman pakewoh (Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh. Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya. Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya. Akhirnya hanyalah kerepotan saja).

Rong asta wus katekuk, Kari ura-ura kang pakantuk, Dandanggula lagu palaran sayekti, Ngleluri para leluhur, Abot ing sih swami karo( Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang.Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja).
Galak gangsuling tembung, Ki Pujangga panggupitanipun, Rangu-rangu pamanguning reh harjanti, Tinanggap prana tumambuh, Katenta nawung prihatos (seorang Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan kekurangannya. Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir, barangkali terdapat kesalahan / kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin).
Wartine para jamhur, Pamawasing warsita datan wus, Wahanane apan owah angowahi, Yeku sansaya pakewuh, Ewuh aya kang linakon (Menurut pendapat para ahli, wawasan mereka keadaan selalu berubah-ubah. Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan).
Dari penggalan suluk tersebut, diharapkan kedepan kita bisa lebih waspada dan belajar lebih banyak mengenai wawasan hidup, dg tidak mengenal lelah dan bosan. Selalu senantiasa ingat akan keberadaan tuhan gusti murbeng dhumadi. (Ray ar)


0 Comments:

 
ss_blog_claim=c4f1c8c20848112b99380e071226db1c